Arini Sakinatul Qolby
hai kawan kawan.......selamat datang di blog arini sakinatul qolby....selamat menikmati blog saya.....all about coating....make your life full with your colour

Sabtu, 12 Februari 2011
perpaduan warna cat untuk dinding kamar buah hati anda
Minggu, 23 Januari 2011
Struktur Atom
Struktur atom merupakan satuan dasar materi yang terdiri dari inti atom beserta awan elektron bermuatan negatif yang mengelilinginya.[1] Inti atom mengandung campuran proton yang bermuatan positif dan neutron yang bermuatan netral (terkecuali pada Hidrogen-1 yang tidak memiliki neutron). Elektron-elektron pada sebuah atom terikat pada inti atom oleh gaya elektromagnetik. Demikian pula sekumpulan atom dapat berikatan satu sama lainnya membentuk sebuah molekul. Atom yang mengandung jumlah proton dan elektron yang sama bersifat netral, sedangkan yang mengandung jumlah proton dan elektron yang berbeda bersifat positif atau negatif dan merupakan ion. Atom dikelompokkan berdasarkan jumlah proton dan neutron pada inti atom tersebut. Jumlah proton pada atom menentukan unsur kimia atom tersebut, dan jumlah neutron menentukan isotop unsur tersebut.
Istilah atom berasal dari Bahasa Yunani, yang berarti tidak dapat dipotong ataupun sesuatu yang tidak dapat dibagi-bagi lagi. Konsep atom sebagai komponen yang tak dapat dibagi-bagi lagi pertama kali diajukan oleh para filsuf India dan Yunani. Pada abad ke-17 dan ke-18, para kimiawan meletakkan dasar-dasar pemikiran ini dengan menunjukkan bahwa zat-zat tertentu tidak dapat dibagi-bagi lebih jauh lagi menggunakan metode-metode kimia. Selama akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, para fisikawan berhasil menemukan struktur dan komponen-komponen subatom di dalam atom, membuktikan bahwa 'atom' tidaklah tak dapat dibagi-bagi lagi.[2] Prinsip-prinsip mekanika kuantum yang digunakan para fisikawan kemudian berhasil memodelkan atom. [3]
Relatif terhadap pengamatan sehari-hari, atom merupakan objek yang sangat kecil dengan massa yang sama kecilnya pula. Atom hanya dapat dipantau menggunakan peralatan khusus seperti mikroskop penerowongan payaran. Lebih dari 99,9% massa atom berpusat pada inti atom, dengan proton dan neutron yang bermassa hampir sama. Setiap unsur paling tidak memiliki satu isotop dengan inti yang tidak stabil yang dapat mengalami peluruhan radioaktif. Hal ini dapat mengakibatkan transmutasi yang mengubah jumlah proton dan neutron pada inti. Elektron yang terikat pada atom mengandung sejumlah aras energi, ataupun orbital, yang stabil dan dapat mengalami transisi di antara aras tersebut dengan menyerap ataupun memancarkan foton yang sesuai dengan perbedaan energi antara aras. Elektron pada atom menentukan sifat-sifat kimiawi sebuah unsur dan mempengaruhi sifat-sifat magnetis atom tersebut. [4]
Atom dilambangkan dengan ZXA , dimana A = nomor massa (menunjukkan massa atom, merupakan jumlah proton dan neutron), Z = nomor atom (menunjukkan jumlah elektron atau proton). Proton bermuatan positif, neutron tidak bermuatan (netral), dan elektron bermuatan negatif. Massa proton = massa neutron = 1.800 kali massa elektron. .Atom-atom yang memiliki nomor atom sama dan nomor massa berbeda disebut isotop, atom-atom yang memiliki nomor massa sama dan nomor atom berbeda dinamakan isobar, atom-atom yang memiliiki jumlah neutron yang sama dinamakan isoton. [6]
a. Setiap unsur terdiri dari partikel yang sangat keci yang dinamakan dengan atom
b. Atom dari unsur yang sama memiliiki sifat yang sama
c. Atom dari unsur berbeda memiliki sifat yang berbeda pula
d. Atom dari suatu unsur tidak dapat diubah menjadi atom unsur lain dengan reaksi kimia, atom tidak dapat dimusnahkan dan atom juga tidak dapat dihancurkan
e. Atom-atom dapat bergabung membentuk gabungan atom yang disebut molekul
f. Dalam senyawa, perbandingan massa masing-masing unsur adalah tetap
Kelebihan model atom Dalton:
Mulai membangkitkan minat terhadap penelitian mengenai model atom.
Kelemahan model atom John Dalton :
Teori atom Dalton tidak dapat menerangkan suatu larutan dapat menghantarkan arus listrik. Bagaimana mungkin bola pejal dapat menghantarkan arus listrik? padahal listrik adalah elektron yang bergerak. Berarti ada partikel lain yang dapat menghantarkan arus listrik. [8]
Kelebihan model atom Thomson
Membuktikan adanya partikel lain yang bermuatan negatif dalam atom. Berarti atom bukan merupakan bagian terkecil dari suatu unsur.
Kelemahan model atom Thomson
Model Thomson ini tidak dapat menjelaskan susunan muatan positif dan negatif dalam bola atom tersebut.
a. Sebagian besar dari atom merupakan permukaan kosong.
b. Atom memiliki inti atom bermuatan positif yang merupakan pusat massa atom.
c. Elektron bergerak mengelilingi inti dengan kecepatan yanga sangat tinggi.
d. Sebagian besar partikel α lewat tanpa mengalami pembelokkan/hambatan. Sebagian kecil dibelokkan, dan sedikit sekali yang dipantulkan.
Kelemahan Model Atom Rutherford
a. Menurut hukum fisika klasik, elektron yang bergerak mengelilingi inti memancarkan energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Akibatnya, lama-kelamaan elektron itu akan kehabisan energi dan akhirnya menempel pada inti.
b. Model atom rutherford ini belum mampu menjelaskan dimana letak elektron dan cara rotasinya terhadap ini atom.
c. Elektron memancarkan energi ketika bergerak, sehingga energi atom menjadi tidak stabil.
d. Tidak dapat menjelaskan spektrum garis pada atom hidrogen (H).
Pada tahun 1913, Niels Bohr mengemukakan pendapatnya bahwa elektron bergerak mengelilingi inti atom pada lintasan-lintasan tertentu yang disebut kulit atom. [12] Model atom Bohr merupakan penyempurnaan dari model atom Rutherford.
Kelemahan teori atom Rutherford diperbaiki oleh Neils Bohr dengan postulat bohr :
a. Elektron-elektron yang mengelilingi inti mempunyai lintasan dan energi tertentu.
b. Dalam orbital tertentu, energi elektron adalah tetap. Elektron akan menyerap energi jika berpindah ke orbit yang lebih luar dan akan membebaskan energi jika berpindah ke orbit yang lebih dalam
Kelebihan model atom Bohr
atom terdiri dari beberapa kulit untuk tempat berpindahnya elektron.
Kelemahan model atom Bohr
a. tidak dapat menjelaskan efek Zeeman dan efek Strack.
b. Tidak dapat menerangkan kejadian-kejadian dalam ikatan kimia dengan baik, pengaruh medan magnet terhadap atom-atom, dan spektrum atom yang berelektron lebih banyak.
Istilah atom berasal dari Bahasa Yunani, yang berarti tidak dapat dipotong ataupun sesuatu yang tidak dapat dibagi-bagi lagi. Konsep atom sebagai komponen yang tak dapat dibagi-bagi lagi pertama kali diajukan oleh para filsuf India dan Yunani. Pada abad ke-17 dan ke-18, para kimiawan meletakkan dasar-dasar pemikiran ini dengan menunjukkan bahwa zat-zat tertentu tidak dapat dibagi-bagi lebih jauh lagi menggunakan metode-metode kimia. Selama akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, para fisikawan berhasil menemukan struktur dan komponen-komponen subatom di dalam atom, membuktikan bahwa 'atom' tidaklah tak dapat dibagi-bagi lagi.[2] Prinsip-prinsip mekanika kuantum yang digunakan para fisikawan kemudian berhasil memodelkan atom. [3]
Relatif terhadap pengamatan sehari-hari, atom merupakan objek yang sangat kecil dengan massa yang sama kecilnya pula. Atom hanya dapat dipantau menggunakan peralatan khusus seperti mikroskop penerowongan payaran. Lebih dari 99,9% massa atom berpusat pada inti atom, dengan proton dan neutron yang bermassa hampir sama. Setiap unsur paling tidak memiliki satu isotop dengan inti yang tidak stabil yang dapat mengalami peluruhan radioaktif. Hal ini dapat mengakibatkan transmutasi yang mengubah jumlah proton dan neutron pada inti. Elektron yang terikat pada atom mengandung sejumlah aras energi, ataupun orbital, yang stabil dan dapat mengalami transisi di antara aras tersebut dengan menyerap ataupun memancarkan foton yang sesuai dengan perbedaan energi antara aras. Elektron pada atom menentukan sifat-sifat kimiawi sebuah unsur dan mempengaruhi sifat-sifat magnetis atom tersebut. [4]
Daftar isi[sembunyikan] |
[sunting] Perkembangan Model Atom
Seorang filsuf Yunani yang bernama Democritus berpendapat bahwa jika suatu benda dibelah terus menerus, maka pada saat tertentu akan didapat akan didapat bagian yang tidak dapat dibelah lagi. Bagian seperti ini oleh Democritus disebut atom.[5] Istilah atom berasal dari bahasa yunani “a” yang artinya tidak, sedangkan “tomos” yang artinya dibagi. Jadi, atom artinya tidak dapat dibagi lagi. Pengertian ini kemudian disempurnakan menjadi, atom adalah bagian terkecil dari suatu unsur yang tidak dapat dibelah lagi namun namun masih memiliki sifat kimia dan sifat fisika benda asalnya.Atom dilambangkan dengan ZXA , dimana A = nomor massa (menunjukkan massa atom, merupakan jumlah proton dan neutron), Z = nomor atom (menunjukkan jumlah elektron atau proton). Proton bermuatan positif, neutron tidak bermuatan (netral), dan elektron bermuatan negatif. Massa proton = massa neutron = 1.800 kali massa elektron. .Atom-atom yang memiliki nomor atom sama dan nomor massa berbeda disebut isotop, atom-atom yang memiliki nomor massa sama dan nomor atom berbeda dinamakan isobar, atom-atom yang memiliiki jumlah neutron yang sama dinamakan isoton. [6]
[sunting] Macam-macam Model Atom
[sunting] 1. Model Atom John Dalton
Pada tahun 1808, John Dalton adalah seorang guru di Inggris yang melakukan perenungan tentang atom. Hasil perenungan Dalton menyempurnakan teori atom Democritus. Bayangan Dalton dan Democritus adalah bahwa benda itu berbentuk pejal. [7]. Dalam perenungannya Dalton mengemukakan postulatnya tentang atom.a. Setiap unsur terdiri dari partikel yang sangat keci yang dinamakan dengan atom
b. Atom dari unsur yang sama memiliiki sifat yang sama
c. Atom dari unsur berbeda memiliki sifat yang berbeda pula
d. Atom dari suatu unsur tidak dapat diubah menjadi atom unsur lain dengan reaksi kimia, atom tidak dapat dimusnahkan dan atom juga tidak dapat dihancurkan
e. Atom-atom dapat bergabung membentuk gabungan atom yang disebut molekul
f. Dalam senyawa, perbandingan massa masing-masing unsur adalah tetap
Kelebihan model atom Dalton:
Mulai membangkitkan minat terhadap penelitian mengenai model atom.
Kelemahan model atom John Dalton :
Teori atom Dalton tidak dapat menerangkan suatu larutan dapat menghantarkan arus listrik. Bagaimana mungkin bola pejal dapat menghantarkan arus listrik? padahal listrik adalah elektron yang bergerak. Berarti ada partikel lain yang dapat menghantarkan arus listrik. [8]
[sunting] 2. Model Atom J.J. Thomson
Pada tahun 1897, J.J Thomson mengamati elektron.[9] Dia menemukan bahwa semua atom berisi elektron yang bermuatan negatif.[10] Dikarenakan atom bermuatan netral, maka setiap atom harus berisikan partikel bermuatan positif agar dapat menyeimbangkan muatan negatif dari elektron.[11]Kelebihan model atom Thomson
Membuktikan adanya partikel lain yang bermuatan negatif dalam atom. Berarti atom bukan merupakan bagian terkecil dari suatu unsur.
Kelemahan model atom Thomson
Model Thomson ini tidak dapat menjelaskan susunan muatan positif dan negatif dalam bola atom tersebut.
[sunting] 3. Model Atom Rutherford
Rutherford melakukan penelitian tentang hamburan sinar α pada lempeng emas. Hasil pengamatan tersebut dikembangkan dalam hipotesis model atom Rutherford.a. Sebagian besar dari atom merupakan permukaan kosong.
b. Atom memiliki inti atom bermuatan positif yang merupakan pusat massa atom.
c. Elektron bergerak mengelilingi inti dengan kecepatan yanga sangat tinggi.
d. Sebagian besar partikel α lewat tanpa mengalami pembelokkan/hambatan. Sebagian kecil dibelokkan, dan sedikit sekali yang dipantulkan.
Kelemahan Model Atom Rutherford
a. Menurut hukum fisika klasik, elektron yang bergerak mengelilingi inti memancarkan energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Akibatnya, lama-kelamaan elektron itu akan kehabisan energi dan akhirnya menempel pada inti.
b. Model atom rutherford ini belum mampu menjelaskan dimana letak elektron dan cara rotasinya terhadap ini atom.
c. Elektron memancarkan energi ketika bergerak, sehingga energi atom menjadi tidak stabil.
d. Tidak dapat menjelaskan spektrum garis pada atom hidrogen (H).
[sunting] 4. Model Atom Niels Bohr
Pada tahun 1913, Niels Bohr mengemukakan pendapatnya bahwa elektron bergerak mengelilingi inti atom pada lintasan-lintasan tertentu yang disebut kulit atom. [12] Model atom Bohr merupakan penyempurnaan dari model atom Rutherford.
Kelemahan teori atom Rutherford diperbaiki oleh Neils Bohr dengan postulat bohr :
a. Elektron-elektron yang mengelilingi inti mempunyai lintasan dan energi tertentu.
b. Dalam orbital tertentu, energi elektron adalah tetap. Elektron akan menyerap energi jika berpindah ke orbit yang lebih luar dan akan membebaskan energi jika berpindah ke orbit yang lebih dalam
Kelebihan model atom Bohr
atom terdiri dari beberapa kulit untuk tempat berpindahnya elektron.
Kelemahan model atom Bohr
a. tidak dapat menjelaskan efek Zeeman dan efek Strack.
b. Tidak dapat menerangkan kejadian-kejadian dalam ikatan kimia dengan baik, pengaruh medan magnet terhadap atom-atom, dan spektrum atom yang berelektron lebih banyak.
coating
Sejarah Cat
Industri cat adalah salah satu industri tertua di dunia. Sekitar 20.000 tahun lalu, manusia yang hidup di gua-gua menggunakan cat untuk kegiatan komunikasi, dekorasi dan proteksi. Mereka menggunakan metrial-material yang tersedia di alam seperti arang (karbon), darah, susu, dan sadapan dari tanaman-tanaman yang memiliki warna yang menarik. Yang mengejutkan, cat-cat ini mempunyai keawetan yang baik, seperti yang ditunjukkan pada lukisan gua di Altamira Spanyol, Lascaux Spanyol, cat batu orang Aborigin di Arnhem Land Australia, dan lukisan-lukisan prasejarah lainnya yang ditemukan.

Orang-orang Mesir kuno mengembangkan cat menjadi lebih kaya warna, mereka menemukan cat warna biru, merah, dan hitam dengan mengambilnya dari akar tanaman tertentu. Kemudian orang-orang Mesir itu menemukan kasein sebagai perekatnya. Seiring dengan waktu, manusia mulai menemukan minyak tanaman dan resin dari fosil untuk mengganti darah dan susu sebagai perekat cat. Saat ini walaupun telah ditemukan perekat/resin yang semakin baik dengan berkembangnya teknologi kimia, resin-resin natural hingga kini masih banyak dipakai.
Bahan Penyusun Cat
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan cat adalah sangat banyak dan bervariasi, tetapi intinya cat terdiri dari padatan (solids) dan cairan (liquids). Dengan bagian padatan tersebut tertahan (tersuspensi) dalam porsi cairan atau carrier. Solids atau padatan adalah bahan yang tertinggal di permukaan setelah bagian liquids menguap.

Solids terdiri dari beberapa material, setiapnya didesain untuk menghasilkan beberapa properti dari cat, namun yang utama adalah pigmen (pewarna) dan binder (perekat). Untuk lebih mudah memahami bahan penyusun cat, maka bahan penyusun cat ini diklasifikasi menjadi empat bagian besar yaitu carrier/pembawa, pengikat/pembentuk lapisan film, pigmen, dan aditif.
Jenis Cat
Jenis-jenis dan tipe cat adalah sangat banyak dan beragam, untuk mengklasifikasikannya bisa dari bermacam-macam mulai dari bahan penyusunnya sampai kegunaannya.

Jika cat diklasifikasikan dari pembawa/pelarutnya, cat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu cat basis air (water-based) dan cat basis solvent (solvent-based). Untuk pengklasifikasian dari jenis binder/film formernya misalnya jika cat tersebut memakai resin epoksi maka cat tersebut digolongkan dinamakan cat epoksi, jika memakai binder alkyd dinamakan cat alkyd, jika memakai binder melamine dinamakan cat melamine, begitu seterusnya.

Dari peruntukannya cat juga dapat diklasifikasi seperti cat mobil, cat tembok, cat genteng, cat kapal, cat kolam, cat primer, cat kayu, cat lantai/flooring, dan sebagainya.
Mesin Produksi
Proses produksi cat melalui beberapa proses, yaitu pre-mixing, grinding, let-down, filtering, color matching, dan packaging. Pre-mixing yaitu proses pencampuran awal dimana bagian padat dari cat seperti pigmen dan extender/filler didispersikan ke pelarutnya dengan tambahan aditif yang sesuai seperti dispersing agent dan wetting agent.

Pada proses grinding partikel-partikel pigmen dihaluskan dengan mesin giling/grinder agar ukuran partikel menjadi lebih kecil dan diperoleh kehalusan dan warna yang diinginkan. Kemudian selanjutnya adalah proses finishing yang meliputi let-down, filtering, color matching sampai packaging. Pada proses ini cat diatur kekentalannya, ditambahkan zat aditif, disaring dari kotoran saat pengadukan, disesuaikan dan dipilah-pilah warnanya, dan pada akhirnya di kemas.
Bahan Baku Pembuatan Cat Tembok - Additif Dispersant
Dispersant (atau dispersing agent) adalah bahan pembantu untuk men-disperse pigment dalam formulasi cat sehingga dapat dicapai kualitas warna optimal yang diinginkan dari pemakaian extender pigment dalam formulasi cat tersebut. Berbicara mengenai dispersant berarti kita berbicara juga mengenai warna dan juga cara produksi cat tembok tersebut.
Fungsi dispersant sebenarnya adalah karena bahan baku pigment berbentuk powder, dan umumnya masih fresh partikelnya yang saling lengket satu sama lain (secara mikroskopis tentunya, bukan dengan mata telanjang), maka bahan baku dispersant ini akan berusaha untuk "melapisi" partikel-partikel pigment tersebut sehingga berjarak "renggang", dan setelah dicampur dengan bahan baku pembuatan cat yang lain kemudian tidak menjadi bersatu kembali. Setelah terjadi "pelapisan" pada permukaan pigment itu, dispersant kemudian memberikan "affinity" pada partikel-partikel pigment yang kemudian akan mencegah partikel tersebut saling membentuk agglomerate (gumpalan) kembali, sehingga pigment tersebut "tersebar" sempurna dan mampu memberikan warna yang optimal. Kemampuan dispersant yang utama selain "melapisi" adalah memberikan daya "membasahi" permukaan pigment tersebut. Optimalisasi pemakaian pigment dalam formulasi cat adalah sangat penting, hal ini karena untuk menekan cost (penggunaan pigment yang mahal jadi tidak berlebihan), dan juga dengan optimalisasi ini diharapkan terjadi stabilisasi pigment-dispersant, sehingga pada saat produksi, storage, dan aplikasi tidak terjadi separasi warna.
Untuk analoginya, jika kita punya tepung terigu sebanyak 1 kg, kemudian masukkan kedalam plastik dan lemparkan di lantai (jangan sampai pecah plastiknya). Kemudian jika tepung itu tidak kita masukkan plastik, terus kita sebar di lantai, maka luas area lantai yang tertutup oleh tepung 1 kg tanpa diplastiki itu adalah jauh lebih besar dari pada luas area lantai yang tertutup oleh tepung 1 kg dalam plastik. Analoginya adalah yang tepung terigu yang diplastiki itu sebagai pigment yang menggumpal, dan tepung terigu yang tidak diplastiki kemudian tersebar menutupi luas area yang besar adalah yang tidak menggumpal. Jadi jika pigment tidak menggumpal, tentunya akan memberikan daya sebar yang lebih besar juga, disinilah peran dispersing
agent terjadi.
Ada beberapa jenis dispersant yang umum digunakan dalam cat tembok, antara lain :
1. Sodium Polyacrylate
Ini adalah dispersant paling ekonomis, dan beberapa perusahaan lokal juga sudah membuat dispersant jenis ini. Kekurangannya adalah masalah kompatibilitas dan kemungkinan terjadi separasi pada warna campuran.
2. Ammonium Polyacrylate
2. Ammonium Polyacrylate
Ini adalah pengembangan dari dispersant Sodium Polyacrylate yang memberikan kompatibilitas lebih tinggi dan lebih sedikit problem pada separasi warna. Harganya lebih mahal dari Sodium Polyacrylate, tetapi dapat memberikan garansi kualitas yang lebih baik sebagai dispersant cat tembok
kelas medium.
3. Polymeric (bisa Polycarboxylic, etc)
Ini adalah dispersant jenis high-end yang memiliki kompatibilitas dan stabilitas tinggi. Banyak digunakan dalam tinting system yang menjamin tingkat kompatibilitas pada dosis pencampuran yang bervariasi.
Berbicara mengenai dispersant, tentunya kita akan bicara lebih lanjut lagi mengenai cara produksi cat tembok, karena pemilihan dispersant akan berpengaruh juga pada cara produksi cat tembok. Cara produksi yang paling umum adalah cara konvensional, dimana dibagi menjadi tahapan sebagai
berikut :
1. Mill Base
Disini pigment, dispersant, sedikit binder (jika perlu), thinner (untuk cat tembok = air), dan rheology dimasukkan, kemudian diaduk sampai mencapai kehalusan tertentu.
2. Let Down
Sesudah terbentuk larutan millbase yang sesuai, baru kemudian bahan baku
yang lain dimasukkan dan diaduk bersama.
3. Finishing
Disini tujuannya adalah meng-adjust cat tembok yang dihasilkan sampai dengan hasil yang diinginkan, bisa soal warnanya, viskositasnya, dll.
Pada cara yang konvensional, untuk setiap jenis cat yang diproduksi dengan warna tertentu, maka akan diperlukan formulasi khusus tertentu step-by-step yang meliputi semua aktivitas diatas. Hal ini tentunya akan sangat merepotkan karena kalau kita memiliki 50 warna, maka kita memiliki 50 formulasi yang dioptimalisasi secara berbeda untuk dosis pemkaian bahan bakunya. Karena itu sekarang dipakai pendekatan tinting system, dimana warna-warna yang dibutuhkan diadjust dalam bentuk pasta dengan konsentrasi bervariasi, kemudian pada proses produksinya hanya tinggal mencampur pasta ini ke dalam larutan let down (base color) yang sesuai. Biasanya dengan cara ini akan jauh lebih efektif karena kita menyimpan variasi formulasi warna, dan hanya menyimpan beberapa variasi larutan let down (base color). Dengan pendekatan ini, untuk menghasilkan cat tembok dengan 50 warna, paling hanya diperlukan 3 macam formulasi let down (base color) dan 50 formulasi pasta. Dibanding dengan 50 formulasi cat yang berbeda-beda. Perlu diingat, quantity larutan let down jauh lebih besar daripada pasta, jadi dengan konsep tinting system, maka akan mempermudah produsen karena sebagian besar quantity produksi mereka ada di base color saja yang telah direduksi menjadi (umumnya) 3 macam formulasi. Sedangkan pembuatan pasta adalah hal tersendiri, dimana untuk menghasilkan warna-warna tertentu tinggal tergantung kreativitas dari pencampuran pasta warna-
warna dasar yang diperlukan.
Pada proses produksi, system ini dinamakan IN-PLANT-TINTING SYSTEM, dimana untuk aplikasi tinting system tentunya diperlukan jenis dispersant yang bermutu baik dan memiliki kompatibilitas/stabilitas tinggi untuk membuat pasta warna ini. Polymeric dispersant menjadi pilihan utama, sehingga meskipun berharga mahal, produk ini tetap dilirik karena pada aplikasinya akan sangat membantu mempermudah penyederhanaan formulasi cat yang dibutuhkan. Pabrikan cat ada yang menggunakan pasta warna buatan sendiri ataupun juga membeli dari pihak ketiga yang memang mengkhususkan
diri menjual pasta warna untuk aplikasi in-plant.
Selain aplikasi tinting diatas, sekarang semakin berkembang juga pemakaian mesin POS-TINTING-SYSTEM (POS = Point Of Sale). Leader dari teknologi ini adalah CPS Color dari Finlandia, dan juga sekarang beberapa perusahaan kompetitornya telah mencoba memberikan solusi yang setara, sebagai contoh yaitu Clariant dan Degussa. Sistem POS ini adalah yang banyak kita lihat sebagai mesin pencampur warna di toko-toko bangunan, jadi kita bisa duduk dan memilih/mencampur warna yang kita inginkan, kemudian petugas mesin POS itu akan memformulasi hingga menemukan warna yang sesuai, kemudian mengambil cat base color, dicampur dengan tinting system dari mesin tersebut, diaduk dan voila...... jadi cat dengan warna yang kita inginkan. Ini adalah konsep yang ditonjolkan oleh banyak pabrikan besar untuk menunjukkan bahwa mereka memiliki teknologi yang bagus untuk produk mereka dan mereka mampu memenuhi keinginan konsumen. Sejujurnya, penggunaan POS ini tidak memberikan keuntungan finansial yang berarti bagi produsen cat tembok tersebut, hanya sebagai jargon marketing untuk mengangkat citra produk mereka di pasaran. Pada akhirnya produk dengan warna-warna standard adalah produk yang jauh lebih laku. Mesin POS ini berharga mahal, memerlukan pigment pasta khusus (tanpa pigment pasta khusus tersebut, maka warna yang dihasilkan tidak akurat dan tidak sesuai dengan software yang digunakan untuk menjalankan mesin tersebut), dan volume yang dihasilkan juga relatif sangat kecil. Tapi dengan adanya mesin POS ini, konsumen yang memang sangat ingin memilih warna yang khusus, menjadi terbantu dan merasa puas dengan produk cat tembok merk tertentu yang memiliki mesin POS itu. Kepuasan konsumen adalah kunci dari pengoperasian mesin POS ini yang dikedepankan oleh produsen cat tembok
yang memilikinya.
Berbicara mengenai standard warna, biasanya warna-warna Pantone digunakan sebagai standard international untuk bermacam-macam aplikasi, tetapi khusus untuk cat tembok, standard RALSTON lebih populer, dan produsen biasanya mengkaitkan warna produk cat tembok mereka dengan warna RALSTON. Selain membuat pasta warna, perusahaan Ralston ini juga membuat cat tembok mereka sendiri.
Wetting Agent
Cat tembok water based disebut juga sebagai cat emulsi, dimana terdapat emulsi antara minyak dan air di dalam formulasinya. Dalam pembentukan emulsi pada masing-masing komponen pembentuknya sudah terdapat adanya emulsifier berupa surfactant pada bahan baku cat tembok, antara lain ada pada binder, defoamer, etc. Tetapi karena adanya penambahan bahan-bahan baku lain, terkadang efek emulsifikasi diantara komponen pembentuk cat tembok itu tidak cukup, karena terbatasnya surfactant yang digunakan pada komponen pembentuk cat tembok tersebut, sehingga diperlukan adanya surfactant tambahan yang berfungsi sebagai wetting, sehingga cat tembok tersebut memiliki kemampuan membasahi yang cukup, baik antara komponen pembentuknya maupun terhadap substrate dimana cat tersebut akan diaplikasikan. Pada umumnya orang menamakan bahan ini sebagai wetting agent, yang menunjukkan fungsinya untuk membasahi permukaan substrate sehingga cat tembok bisa diaplikasikan dengan baik dan mudah, tetapi sebenarnya yang dimaksud dengan wetting agent ini pada umumnya tidak lain adalah surfactant (Surface Tension Agent) juga, yang befungsi sebagai emulsifier. Dengan penggunaan emulsifier yang optimal sehingga mampu memberikan efek emulsifikasi yang cukup dalam cat tembok, maka efek wetting terhadap substrate juga akan terciptakan, dan cat dapat diaplikasikan dengan mudah oleh karenanya.
Wetting agent yang paling umum adalah dari golongan Nonyl Phenol Ethoxylate (NPE atau singkatnya NP), dimana NP 8 sampai dengan NP 13 biasanya umum digunakan. NP adalah surfactant yang nonionic yang memiliki efek wetting sangat baik dan berharga relatif paling murah diantara semua jenis surfactant lainnya. Kekurangan dari NP adalah karena dengan kesadaran akan green product, produk berbasis ethoxylate menjadi tidak preferable karena dapat mencemari/merusak lingkungan. Sebagai alternatif digunakan beberapa jenis surfactant jenis lain yang lebih ramah lingkungan, antara lain
Wetting agent yang paling umum adalah dari golongan Nonyl Phenol Ethoxylate (NPE atau singkatnya NP), dimana NP 8 sampai dengan NP 13 biasanya umum digunakan. NP adalah surfactant yang nonionic yang memiliki efek wetting sangat baik dan berharga relatif paling murah diantara semua jenis surfactant lainnya. Kekurangan dari NP adalah karena dengan kesadaran akan green product, produk berbasis ethoxylate menjadi tidak preferable karena dapat mencemari/merusak lingkungan. Sebagai alternatif digunakan beberapa jenis surfactant jenis lain yang lebih ramah lingkungan, antara lain
sulphosuccinate, dll.
Beberapa produsen additif wetting agent biasanya telah mengoptimalisasi jenis surfactant yang digunakan khusus untuk cat tembok, dan mereka melabelinya dengan merk tertentu tanpa menuliskan bahan baku kimia pembentuknya. Dalam hal ini mereka hanya memberikan merk dan fungsi, dosis dan optimalisasi, serta menyebutkan apakah produkny APE / APEO free atau tidak, sehingga bisa dikategorikan sebagai green product atau tidak.
Co-Solvent & Coalescent
Additif penting pada cat jenis water-borne (termasuk cat tembok) adalah penambahan solvent di dalam formulasi cat tersebut. Ada beberapa fungsi solvent dalam formulasi cat tembok, yaitu antara lain :
1. Sebagai Co-Solvent untuk memperbaiki sifat cat
Co-solvent ini berfungsi untuk memperbaiki sifat open time dan improve workability. Yang dimaksud open time adalah waktu dimana setelah cat diaplikasikan (di-rol / di-kuas) tidak langsung kering secara serta merta, tetapi ada waktu sebelum lapisan cat mengering. Karena umumnya teknik aplikasi kuas / rol selalu menghasilkan lapisan yang tumpang tindih, maka fitur ini menjadi sangat penting. Jika cat setelah diaplikasi langsung kering, kemudian bagian yang sudah kering itu terkena rol aplikasi lagi, maka warna lapisan cat akan menjadi belang (tidak setara) karena ada lapisan yang terkena rol beberapa kali, ada yang cuman 1 kali. Selain itu co-solvent juga berfungsi untuk improve work-ability, dimana mempermudah aplikasi cat ini di permukaan substrate. Ada beberapa co-solvent yang umum terdapat di pasaran, dan produk yang paling umum dipakai karena ketersediaannya dan harganya yang murah adalah Ethylene Glycol (EG) dan Propylene Glycol (PG). Beberapa formulator cat tembok juga ada yang menggunakan Kerosene atau SMT (Solvent Minyak Tanah) ex Pertamina yang bisa berfungsi sebagai co-solvent, hanya bau minyak tanah-nya sangat terasa khas.
2. Sebagai Coalescent
Seperti diketahui, latex yang dipergunakan dalam cat tembok memiliki kekerasan yang berbeda-beda. Angka yang menunjukkan kekerasan ini direfleksikan dalam satuan Tg (Glass Transition Temperature), dimana semakin besar Tg maka latex semakin keras. Jika suhu rata-rata permukaan substrate/tembok saat diaplikasi jauh lebih rendah daripada Tg latex yang dipakai sebagai binder dalam cat tembok, maka sesaat setelah aplikasi maka lapisan cat akan terkelupas atau retak-retak serta tidak terbentuk sempurna. Dalam hal ini solvent tertentu dapat membantu cat emulsi tersebut bersamaan dengan waktu yang dibutuhkan agar air (thinner cat tembok) menguap, sehingga pembentukan lapisan cat tidak terjadi serta-merta, tetapi secara terus menerus perlahan-lahan hingga tidak terjadi retak atau pengelupasan lapisan cat. Solvent ini harus tetap ada selama proses pembentukan lapisan cat sehingga terbentuk lapisan yang sempurna, oleh karena itu solvent ini harus memilik evaporation rate yang sangat lambat dan sudah pasti bahwa harus lebih lambat daripada air.
Solvent yang dimaksudkan untuk membantu pembentukan lapisan film ini disebut sebagai COALESCING AID atau singkatnya COALESCENT. Satuan suhu dimana film dapat mulai terbentuk secara aman tanpa kerusakan disebut sebagai MFFT (Minimum Film Forming Temperature) yang biasanya nilainya berbeda sedikit dari Tg latex yang digunakan, dan untuk menentukan MFFT digunakan test dengan alat tertentu, sehingga kombinasi dari latex yang digunakan vs Coalescent yang digunakan dapat dihitung secara optimum dosisnya. MFFT dari cat tembok tanpa coalescent harus ditentukan dulu melalui serangkaian test, kemudian setelah penambahan coalescent dengan dosis tertentu, MFFT-nya dihitung kembali. Umumnya formulator menghendaki setelah penambahan coalescent dengan dosis tertentu maka MFFT cat tembok yang ditest dapat diturunkan menjadi di kisaran 0 Celsius. Coalescent yang umum di pasaran adalah tipe Ester Alcohol yang memberikan keseimbangan antara efisiensi dan harga. Beberapa coalescent jenis lain memberikan efisiensi yang rendah maupun tinggi sekali, tetapi jika dihitung dengan harga satuan per dosis yang dipakai dalam formulasi, belum tentu menghasilkan efisiensi yang optimum. Salah satu jenis coalescent yang sangat efisien adalah PnB (Proplyene Glycol n-Butyl Ether), tetapi harganya jauh lebih tinggi dari Ester Alcohol, sehingga jika dikalkulasi dari sisi cost, maka Ester Alcohol akan memberikan tingkat optimum dibanding PnB.
Untuk cat tembok murah, umumnya digunakan latex dengan Tg rendah, bahkan jauh lebih rendah dari suhu ruang yang umum ada di Indonesia. Penggunaan latex dengan Tg rendah akan menimbulkan efek low coalescent demand, dimana dengan dosis sedikit saja maka MFFT akan bisa di-drop sampai mendekati 0 Celsius. Tetapi efek dari penggunaan latex Tg rendah ini adalah film yang dihasilkan kurang keras, kurang baik dari sisi toughness-nya, sehingga lebih mudah rusak. Apalagi melihat kenyataan bahwa cat yang menggunakan latex Tg rendah adalah cat tembok murah (High PVC) yang mengandung banyak filler, sehingga kombinasi semua jenis barang murah tersebut menghasilkan lapisan cat yang kurang baik performance-nya. Untuk cat tembok yang sangat High PVC, bahkan karena pemakaian latex dengan Tg sangat rendah (dibawah 10 Celsius), dimana MFFT-nya secara umum sudah dibawah suhu ruang rata-rata siang malam di Indonesia, maka tidak memakai coalescent dalam formulasi juga tidak menimbulkan efek retak atau terkelupas pada saat pembentukan film. Cat jenis ini biasanya memiliki kualitas sangat inferior, tapi karena dijual dengan harga sangat murah, maka cat tembok jenis ini adalah yang paling besar volume-nya di Indonesia. Tapi seperti kata pepatah, ada harga ada barang, maka cat tembok murah ini juga memiliki kualitas "apa-adanya". Penggunaan latex Tg tinggi pada cat tembok High PVC juga akan menghasilkan penambahan cost yang besar, karena kebutuhan coalescent bertambah tidak hanya karena kebutuhan untuk drop MFFT latex tersebut, tetapi penggunaan filler dan pigment yang banyak juga menyerap solvent dalam jumlah besar untuk membasahinya, jadi hampir tidak mungkin cat tembok murah menggunakan latex Tg tinggi karena faktor ongkos penggunaan coalescent tersebut.
Defoamer
Pembuatan cat tembok, transportasi, dan aplikasi selalu membutuhkan ataupun mengalami shear (pergeseran), dan shear tersebut berpotensi menghasilkan bubble karena adanya udara yang terperangkap di dalam komponen bahan baku cat tembok tersebut. Filler dan pigment juga berasal dari bahan baku yang berbentuk solid powder yang kemudian dibasahi dengan bahan baku liquid pembentuk cat tembok, termasuk air, sehingga di dalam powder itu juga ada udara yang terperangkap yang kemudian akan release sehingga menimbulkan bubble atau foam. Hal ini tentunya tidak diinginkan, karena akan menimbulkan efek buruk pada lapisan cat yang dihasilkan. Bayangkan jika lapisan cat tersebut saat kering tiba-tiba terjadi bubble dan terbentuk di permukaan lapisan cat, tentunya akan menjadikan lapisan cat rusak / tidak indah, sehingga adanya foam ataupun bubble perlu dihindari. Untuk ini diperlukan defoamer, suatu bahan additif yang bekerja berdasarkan prinsip "inkompatibilitas" sehingga mampu mengeliminir bubble /
foam yang terbentuk.
Penggunaan defoamer harus dioptimalisasikan, karena prinsip dasar formulasi cat adalah untuk melakukan optimalisasi dosis komponen-komponen bahan bakunya sehingga didapatkan lapisan cat yang mendekati sempurna. Adanya penggunaan additif yang berlebih terkadang bukan menyelesaikan masalah, tetapi justru menimbulkan masalah baru, oleh karena itu penggunaan additif juga harus dioptimalisasi sehingga didapatkan hasil yang terbaik dari formulasi cat tersebut. Analoginya adalah masakkan, dimana kalau "kurang bumbu" maka rasanya tidak enak, tetapi kalau kebanyakan bumbu, misalnya garam, maka rasanya menjadi keasinan dan tidak enak juga. Oleh karena itu dalam masakkan harus didapatkan kombinasi bumbu yang optimal, seperti halnya juga dalam formulasi cat tembok. Penggunaan bumbu yang berlebih juga tidak dianjurkan tentunya, karena bukannya menyelesaikan masalah, tetapi malah menimbulkan masalah baru.
Jenis defoamer yang terdapat di pasaran biasanya dibagi menjadi 2 macam, yang mengandung trace silicone maupun yang tidak. Bahan baku dasar untuk defoamer cat tembok umumnya adalah mineral oil, yang paling banyak dipakai adalah Parrafinic Oil. Penggunaan oil dalam defoamer ini berarti membutuhkan adanya emulsifier yang berupa surfactant agar mampu mempertahankan kondisi "minyak dalam air" yang diharapkan. Optimalisasi penggunaan surfactant dalam pembuatan defoamer sangat menentukan kestabilan defoamer yang terbentuk, sehingga pada formulasi yang optimal tidak ada kasus terpisahnya larutan minyak dengan air yang menjadi dasar dari defoamer tersebut.
Pada umumnya, pemakaian defoamer ini sangat krusial dalam formulasi cat tembok, karena selain mempengaruhi formulasi dan hasil yang diharapkan, defoamer ini jika tidak stabil juga mempengaruhi appearance dan dalam long term mempengaruhi adhesi juga. Kebanyakan produsen ternama mampu membuat defoamer dengan kombinasi surfactant yang optimal, sehingga defoamer yang dihasilkan menjadi ultra-stabil (tidak ada separasi). Sayangnya di lokal, meskipun ada produsen defoamer, umumnya kestabilan jangka panjangnya masih belum optimal.
Cara mengukur efektifitas defoamer adalah dengan menggunakan bejana density-meter, dimana pada larutan hasil formulasi kita sebelum ditambah defoamer dikocok dengan kuat pada rate tertentu, kemudian diukur densitynya, kemudian setelah ditambahkan defoamer juga diberi perlakuan yang sama. Density dari kedua percobaan ini dibandingkan untuk membandingkan efektifitas defoamer yang digunakan. Analoginya adalah, jika banyak busa setelah dikocok, tentunya density menjadi rendah (karena lebih ringan, busa adalah udara yang terperangkap dalam cairan), sedangkan jika tidak ada busa maka density lebih berat. Tanpa penggunaan defoamer tentunya busa yang dihasilkan dari formulasi cat tembok yang dikocok tersebut akan jauh lebih banyak, sehingga jika diukur density larutan setelah dikocok menjadi lebih ringan dibanding dengan yang sudah diberi defoamer nantinya.
Karena begitu besarnya pengaruh defoamer, baik dalam hal menghilangkan bubble / foam, tapi juga dalam kestabilan cat jangka panjang, maka sebaiknya pada formulasi cat tembok benar-benar menggunakan defoamer yang dikenal baik kualitasnya.
Karena begitu besarnya pengaruh defoamer, baik dalam hal menghilangkan bubble / foam, tapi juga dalam kestabilan cat jangka panjang, maka sebaiknya pada formulasi cat tembok benar-benar menggunakan defoamer yang dikenal baik kualitasnya.
Biocides
Biocides adalah material yang digunakan sebagai pertahanan cat tembok terhadap serangan mikro-organisma. Adapun ada 2 jenis mikro-organisma yang umum yang diketahui dapat merusak cat tembok, yaitu JAMUR dan LUMUT (Fungi & Algae). Mikro-organisma yang lain, yaitu bakteri, diketahui bisa merusak, tetapi occurences-nya jarang, sehingga manufaktur cat tembok akan lebih fokus pada Jamur dan Lumut saja.
Pertahanan terhadap Jamur dan Lumut ini dibagi menjadi 2 macam dalam
Pertahanan terhadap Jamur dan Lumut ini dibagi menjadi 2 macam dalam
formulasi cat tembok, yaitu :
1. IN CAN PRESERVATIVE
yaitu mencegah kerusakan cat tembok pada saat storage / penyimpanan. Disini digunakan in-can preservatives yang dapat mencegah kerusakan cat water based, sehingga tidak menjadi busuk dan berubah warna. Jenis yang paling umum digunakan adalah tipe CMIT/MIT 1.5% yang diproduksi dalam jumlah besar oleh banyak pabrikan baik di dalam maupun dari luar negri. Untuk tipe yang lebih advance bisa menggunakan BIT yang diketahui lebih aman dibanding CMIT/MIT chemistry. Selain lebih aman, BIT juga memiliki keunggulan rentang pH operasi yang luas dan juga tahan terhadap pemanasan. CMIT/MIT hanya bekerja di rentang pH basa, sehingga efektifitasnya bisa berubah pada saat yang berbeda. Selain itu CMIT/MIT memiliki 15ppm Skin Sensitizer ruling, yang artinya jika penggunaannya lebih dari 15 ppm dalam formulasi, maka harus dilabel skin-sensitizer (bisa menyebabkan kulit sensitif).
Beberapa produsen yang tidak bertanggung jawab menggunakan Formaldehyde maupun Merkuri sebagai preservative cat tembok mereka, dan hal ini pada dasarnya adalah dilarang keras, karena baik Formaldehyde dan Mercury telah dikenal sangat berbahaya bagi kesehatan manusia (Carcinogen dan bisa merusak genetis). Tetapi banyak pabrikan cat tembok yang keras kepala dan menggunakan jenis pengawet ini, sehingga tanggung jawab moral penggunalah yang harus lebih memperhatikan hal-hal seperti ini, juga dari sisi Deperindag jika bisa mengatur hal ini untuk mencegah bahaya dalam masyarakat.
In-Can preservatives biasanya digunakan dalam dosis rendah, sekitar 0.05-0.20 % dari total formulasi.
Perlu diingat bahwa in-can preservatives adalah bahan yang digunakan untuk "mencegah" sebelum terjadinya kerusakan cat tembok, bukan untuk "mengobati" cat tembok yang telah rusak (jadi istilahnya adalah seperti suplemen/vitamin, yang berguna mencegah agar kita tidak sakit).
2. DRY FILM PROTECTION
Setelah cat tembok diaplikasi, kemudian kering, beberapa saat kemudian (minggu, bulan, tahun) tiba-tiba datang pengganggu yang tidak diinginkan, yaitu Jamur (tidak kentara) maupun Lumut (kentara sekali). Hal ini disebabkan karena kandungan bahan baku cat tembok yang waterbased merupakan media tumbuh mikro-organisma yang baik. Oleh karena itu, untuk mencegah timbulnya jamur atau lumut pada lapisan cat tembok yang diaplikasi, diperlukan biocides khusus yang berfungsi untuk mencegah jamur/lumut menyerang dan merusak cat tersebut.
Chemistry yang biasa digunakan sebagai dry film protection biocides adalah antara lain DIURON, CARBENDAZIM, ZPT, dll. Dari chemistry itu, semua mengklaim adalah yang terbaik. Sebenarnya semua biocides adalah efektif, jika tidak efektif tentunya produsen tidak akan launch produknya. Hanya kadang chemistry tertentu itu efektif sekali pada strain tertentu, chemistry tertentu lainnya ke strain lainnya. Jarang sekali ada biocides yang memiliki "wide-range of strain effectiveness", selalu saja ada yang kurang sedikit-sedikit. Untuk negara yang lembab seperti Indonesia, jamur dan lumut sangat mudah dijumpai, sehingga pemilihan biocides untuk cat tembok dengan tujuan dry film protection adalah sangat penting, baik untuk cat exterior maupun interior (banyak bagian rumah yang lembab juga, seperti kamar mandi, tembok yang bersinggungan dengan air, rembesan air, etc).
Di dunia, biocides sangat diregulated sekali berdasarkan dengan EU BPD (European Union Biocides Product Directives), yang menentukan chemistry-chemistry biocides apa yang boleh digunakan ataupun yang tidak boleh digunakan. Sebagai contoh di Indonesia, sepengetahuan penulis hanya 1 produsen cat tembok (asing / multinasional) yang benar-benar mematuhi aturan EU BPD ini, bahkan untuk barang yang listing di EU BPD beberapa tahun lagi baru dilarang penggunaannya pun sudah mereka tinggalkan, dan mereka sekarang menggunakan biocides yang bisa lebih "ramah lingkungan"
menurut versi EU BPD.
Konsep lain dari penggunaan Dry Film Protection adalah yang bisa mencegah bakteri tumbuh diatas lapisan cat tembok dengan biocides tertentu. Ini mengarah ke cat anti bakteri yang pada akhirnya digunakan sebagai marketing gimmick untuk HYGIENIC COATINGS yang ditujukan untuk aplikasi kamar tidur anak-anak dan orang tua, rumah sakit, klinik, tempat
praktek dokter, tempat perawatan, dll.
Untuk dry film protection, selain harganya lebih mahal dari in-can preservatives, penggunannya juga cukup banyak, umumnya di level antara 0.50-2.00 % dari total formulasi cat tembok.
Additif Rheology Modifier - Thickener - Pengental
Sekarang, kita masuki juga bagian yang cukup tricky untuk cat tembok, yaitu pemakaian thickener. Seperti dibahas sebelumnya, cat tembok dibagi menjadi berbagai jenis, yaitu cat tembok Low PVC (High End, Gloss Paint), cat tembok Medium PVC (Medium End, Semi Gloss Paint), dan cat tembok High PVC (Low End, Flat Paint). Perbedaan dari cat tembok itu dikarenakan ratio pemakaian latex dan "pigment" di dalam cat tersebut (yang disebut "pigment" adalah filler + pigment). Karena cat tembok terdiri dari bermacam-macam komponen, dan pada hasil akhir cat yang diproduksi diinginkan berada dalam rentang viskositas/kekentalan tertentu untuk mempermudah aplikasinya, maka diperlukan additif khusus yang berfungsi untuk "menyeragamkan" viskositas cat tembok yang dihasilkan sampai dengan level tertentu yang diinginkan. Baik cat tembok high pvc, medium pvc, maupun low pvc, biasanya untuk dapat diaplikasikan akan "diarahkan" agar memiliki rentang viskositas yang sama. Khusus untuk cat tembok, besaran viskositas yang digunakan adalah KREBS UNIT (KU) dan alat yang digunakan untuk mengukurnya adalah STORMER VISCOMETER (atau KU Viscometer). Angka "pedoman" untuk cat tembok adalah diharapkan viskositasnya berada dalam rentang "100 KU". Angka "keramat" ini diyakini sebagai angka terbaik bagi cat tembok yang dihasilkan (jika perlu diencerkan pun, hanya sedikit sekali, artinya adalah siap pakai).
Adapun additif thickener ini pada umumnya tidak digunakan hanya sebagai pengental saja, tetapi juga untuk memperbaiki RHEOLOGY dari cat tembok yang dihasilkan. Yang dimaksud dengan rheology adalah sifat aliran dari suatu campuran cair. Adapun beberapa sifat rheology yang menjadi patokan antara lain :
- Viskositas
- Pourability (aliran saat dituang, apakah putus seperti air, apakah mengalir
seperti minyak, dll)
- Sagging (meleleh)
- Levelling (kehalusan / ke-dataran permukaan)
Gambar diatas menjelaskan beberapa jenis viskositas dilihat dari hubungannya dengan shear rate. Viskositas jenis newtonian adalah yang bernilai tetap baik ada maupun tidak ada shear. Viskositas pseudoplastis adalah bernilai tinggi (kental) pada no shear / low shear, dan menjadi encer saat shear rate dinaikan. Sedangkan dilatant adalah kebalikan dari pseudoplastis, tapi pada pembahasan cat tembok kita akan fokus di newtonian dan pseudoplastis saja.
Mempelajari rheology sebenarnya juga belajar juga mengenai shear rate (tingkat pergeseran). Shear dapat terjadi karena faktor dari external, antara lain vibrasi/goncangan selama storage dan transport, adukkan sebelum aplikasi, benturan, dll. Karena sifat thickener adalah mengentalkan dan memperbaiki rheology dari cat tembok, maka saat terjadi shear yang mempengaruhi cat tembok tersebut, viskositas dan sifat-sifat dari cat tersebut akan berubah. Yang kita harapkan dengan pemakaian thickener ini adalah kemungkinan agar sifat-sifat baik rheology yang mempengaruhi kualitas cat tembok dapat tercapai pada saat aplikasi setelah diberikan shear pada level tertentu (i.e. diaduk sebelum aplikasi). Karena pentingnya additif ini, maka pemilihan additif thickener menjadi amat sangat krusial dalam pembuatan cat tembok. Selain sebagai rheology modifier yang dapat dilihat relasinya dengan viskositas (kekentalan), Rheology Modifier juga berperan dalam meningkatkan daya tahan lapisan cat yang dihasilkan berdasarkan dari besarnya angka scrub resistance. Thickener ini berfungsi sebagai "jembatan" dari komponen-komponen pembentuk cat tembok ini yang disebut sebagai hubungan "associative", dimana performance associative ini sangat menentukan besarnya angka scrub resistance yang dihasilkan. Cat dengan angka scrub resistance tinggi merupakan cat yang berdaya tahan tinggi pula, sehingga dapat tahan lama.
Tentang rheology sendiri adalah ilmu yang sangat kompleks, disini saya akan menampilkan suatu grafik yang menggambarkan apa yang diharapkan dari pemakaian thickener dalam cat tembok itu untuk mendapatkan viskositas pseudoplastic dengan thixotropy flow yang sesuai dengan efek yang diinginkan oleh formulator cat tembok tersebut. Penggunaan rheology sangat dibutuhkan karena pada umumnya selama proses produksi, penyimpanan, transportasi, dan akhirnya aplikasi, terjadi bermacam-macam shear (force + rate) yang berpengaruh signifikan terhadap performance cat tembok yang dihasilkan. Oleh karena itu, additif ini sangatlah penting untuk dipelajari dan dioptimalisasi penggunaannya agar kita bisa membuat formulasi cat yang sesuai dengan keinginan dan juga memiliki kestabilan tinggi.
Gambar diatas menunjukkan korelasi antara shear yang terjadi pada cat tembok yang dihasilkan. Garis grafik menunjukan korelasi shear dan apa yang dialami oleh cat tersebut (pada saat storage, transportasi, diaduk, dll). Thixotropic flow adalah menyerupai kurva pseudoplastis yang diharapkan untuk optimalisasi formulasi cat tembok, sehingga formulasi selalu diarahkan
menuju ke kurva seperti diatas.
Beberapa jenis additif rheology yang umum digunakan dalam cat tembok :
1. Cellulose based additive
Ini adalah additif thickener yang paling banyak digunakan dalam pembuatan cat tembok, dan yang paling umum digunakan adalah HEC (Hydroxy Ethly Cellulose). Keunggulan dari HEC adalah efisiensinya dalam menaikkan viskositas cat tembok pada penggunaan dosis rendah dan memberikan thickening efficiency tertinggi pada saat low-shear (atau kondisi diam). Thickener ini berbahan dasar selulosa yang terbuat dari bubur kertas (pulp) maupun bubur kapas, yang kemudian diproses dengan teknologi tertentu sehingga menghasilkan produk yang memiliki kompatibilitas tinggi untuk digunakan pada formulasi cat tembok. Adapun selain HEC, masih banyak lagi turunan-turunan thickner berbahan dasar selulosa. HEC ditawarkan pada viskositas range yang cukup lebar, perbedaan ini dikarenakan adalah besarnya MW (Molecular Weight) building block dari polymer selulosa yang digunakan untuk pembuatannya. Semakin tinggi MW selulosa yang digunakan, maka akan dihasilkan HEC dengan thickening effect (daya mengentalkan) semakin tinggi juga. Pemakaian HEC dengan MW tinggi (viskositas tinggi) pada cat akan banyak menimbulkan efek inferior pada lapisan cat yang dihasilkan (antara lain blister, alkali resistance, dll). Oleh karena itu, pada cat jenis medium PVC dan low PVC, digunakan HEC dengan level kekentalan moderat agar mudah diaplikasikan dan mengurangi efek yang mengurangi performance lapisan cat yang dihasilkan. Rheology modifier dari HEC adalah yang paling banyak digunakan karena efek thickening yang diharapkan pada saat storage (no shear / low shear) dapat tercapai dengan penggunaan additif ini.
2. Associative Thickener dan Alkali Swellable
2. Associative Thickener dan Alkali Swellable
Ini adalah thickener tambahan yang umum digunakan pada cat tembok medium PVC dan low PVC (cat kualitas medium to high end). Fungsi thickener ini adalah memperkuat efek "associative" antar building block dari komponen cat tembok tersebut, dan umumnya jenis thickener ini akan "swell / mengembang" pada kondisi basa (ideal di pH 8-10). Hampir semua cara kerja thickener adalah dengan kemampuan bahan pembentuk additif ini untuk mengembang dan mengikat komponen yang ada di dalam cat tembok sehingga mampu mengontrol rheology (mengentalkan juga) cat yang dihasilkan. Beberapa thickener yang termasuk dalam golongan ini adalah :
- Acrylic based
- Polyurethane based
- Polyether Polyurethane based
- dll
Gambar diatas menunjukkan mekanisme alkali swellable thickener, dimana dengan kenaikan pH maka additif ini akan "mengembang" dan memberikan thickening effect pada cat tembok yang diformulasikan dengan penambahan
additif jenis ini.
Gambar diatas menunjukkan bahwa associative group dari associative thickener berfungsi sebagai "jembatan pengikat" antara komponen-komponen
bahan baku pembentuk cat tembok.
Pemilihan thickener jenis ini akan sangat tergantung dengan efek yang diinginkan, baik saat penyimpanan maupun sewaktu aplikasi. Beberapa hal yang mempengaruhi pemilihan thickener ini adalah antara lain jenis latex, particle size latex, perlakuan shear yang digunakan / diharapkan terjadi, persentase penggunaan filler + pigment, kondisi umum yang diharapkan, dan faktor external lainnya. Adapun penggunaan thickener jenis associative ini diharapkan dapat memberikan peningkatan performance cat tembok, antara lain dalam hal ketahanan sag (leleh) yang baik, ke-rata-an (levelling) yang baik, scrub resistance yang meningkat, kemudahan aplikasi, warna yang rata
dan tidak "pecah" pada saat storage, dll.
3. Clay dan Modified Clay
Ini adalah jenis rheology modifier yang mampu memberikan level associative yang sangat baik, sehingga cat yang dihasilkan memiliki "bonding" yang sangat kuat antara komponen pembentuknya sehingga setelah aplikasi akan dihasilkan cat yang memiliki scrub resistance sangat tinggi. Kekurangan dari rheology modifier ini adalah thickening efficiency-nya tergolong rendah, sehingga kurang populer digunakan dalam aplikasi cat tembok.
Seperti dibahas diatas bahwa additif rheology HEC memberikan thickening efficiency yang sangat tinggi pada kondisi low-shear (saat storage/penyimpanan), sedangkan additif rheology associative alkali swellable memberikan thickening efficiency yang dominan pada medium shear atau high shear, bahkan beberapa bisa memberikan efek newtonian. Berikut adalah kurva yang menunjukkan thickening efficiency dari rheology additif yang disebutkan.

Cellulose thickener memberikan viskositas tinggi pada kondisi low shear, tetapi pada kondisi medium shear maupun high shear, associative thickener memberikan efisiensi yang lebih baik sekaligus juga memberikan improvement
pada properties cat seperti sag, levelling, scrub, dll.
Mempelajari rheology sangatlah "rumit" dan memerlukan pendalaman khusus
agar mampu menguasai ilmu-ilmu yang terkandung di dalamnya.
Adapun sementara ini pembahasan kita tidak akan menyentuh terlalu detail, tapi optimalisasi penggunaan rheology additif dalam cat tembok ini dapat menciptakan formulasi dengan keunggulan spesifik seperti yang sering diiklankan dengan tagline marketing, yaitu antara lain :
- Bebas noda cipratan
- Mudah diaplikasi (easy brush - easy roll)
- dll
Adapun produsen rheology modifier additif umumnya sudah mengklasifikasi produk mereka berdasarkan efek yang diinginkan seperti misalnya bekerja pada shear rate tertentu (low, medium, high), jenis rheologynya sehingga menghasilkan efek tertentu, jenis viskositas yang dihasilkan (pseudoplastis,
dilatant, newtonian), dll.
Untuk pembahasan additif thickener dalam cat tembok lebih berfungsi sebagai pengenalan saja, tidak membahas satu demi satu secara mendalam karena akan sangat panjang dan memerlukan pendalaman yang khusus.
pH buffer
Substrate yang akan diaplikasikan cat tembok adalah beton / tembok yang dihasilkan dari lapisan semen / mortar. Seperti diketahui, sifat dasar semen adalah Alkali (basa), dengan pH diatas 7 (netral). Oleh karena itu, cat tembok yang akan diaplikasikan menempel pada lapisan semen tentunya harus memiliki sifat dasar alkali juga, karena jika tidak bersifat basa (tetapi bersifat asam) maka saat diaplikasikan bisa terjadi reaksi yang tidak diinginkan. Jika asam bertemu basa, pada prinsipnya akan terjadi reaksi asam-basa, sehingga akan mempengaruhi kualitas lapisan cat yang menempel dan juga mempengaruhi hal lain seperti terjaidnya discoloration, rusaknya polimer, dll sebagai tanda terjadinya reaksi kimiawi antar asam dan basa tersebut. Oleh karena itu hampir semua formulasi cat tembok dioptimalisasi dalam keadaan alkali, yaitu pada level pH antara 8-10. Selain itu kondisi basa ini adalah kondisi optimal dimana beberapa jenis additif akan berfungsi dan menjalankan fungsinya dalam formulasi cat tembok. Additif yang membutuhkan kondisi alkali ini adalah thickener, dimana hampir semuanya membutuhkan kondisi alkali sehingga dapat mengembang dan berfungsi dengan baik dalam formulasi cat tembok (Alkali Swellable). Oleh karena itu, dalam penggunaan cat tembok selalu digunakan pH buffer untuk membantu mengkondisikan formulasi pada rentang pH alkali yang diinginkan, yaitu di level pH 8-10.
Jenis pH buffer paling umum dan paling banyak digunakan adalah larutan Amoniak (NH3 + H20 --> NH4OH). Larutan ini ditambahkan sedikit pada saat mulai awal formulasi sehingga didapatkan level pH yang diinginkan. Selain larutan Amoniak, pada formulasi cat tembok high end biasa juga digunakan larutan Amino Methyl Propanol (AMP), yang berfungsi sebagai pH buffer sekaligus juga memberikan efek wetting pada pigment, sehingga dapat mengurangi kebutuhan dispersing agent, sehingga pada akhirnya mengurangi timbulnya bubble / foam.
Langganan:
Postingan (Atom)